Tanjab Barat, Lenterajambi.id - Polres Tanjab Barat gandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Badan Kesbangpol Tanjab Barat gelar sosialisasi cegah dan tangkal paham Radikal, Intoleran dan Terorisme kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat utusan kecamatan Pengabuan dan Senyerang, sabtu (21/11/2020)
Tokoh agama (Ulama) diharapkan menjadi garda terdepan dalam menangkal penyebaran aliran-aliran sempalan dan paham baru yang menjadi pangkal berkembangnya paham radikal dan inteloran di tengah masyarakat, untuk memberikan pemahaman agama yang benar sesuai tuntunan syariat kepada para peserta sosialisasi.
Kasat Intelkam Polres Tanjab Barat Iptu Hermanto mengatakan, paham radikalisme menjadi momok yang menakutkan bagi keutuhan bangsa. Apalagi saat ini banyak berita-berita hoax di media sosial yang berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
"Karena itu para ulama perlu dilibatkan dalam menjelaskan bahaya ajaran paham radikal dan terorisme termasuk kenapa warga bisa terpengaruh dan menjadi pengikutnya".ujarnya
Selanjutnya, Pengarahan terkait potensi bahaya paham radikalisme ini, disampaikan oleh ketua MUI Kab. Tanjab Barat yang diwakili Ustadz H. Abdul Muis Elwaqosh. M.Ud.
Menurut Ustadz Muis, penganut paham radikalisme tidak menganut toleransi. Jangankan terhadap pemeluk agama lain, terhadap sesama muslim yang beda aliran saja juga tidak bersikap toleran.
"Ciri paham radikal itu ada empat, salah satunya intoleran. Kelompok yang tidak sepaham dibilang kafir," ujarnya saat menjadi pemateri pada sosialisasi cegah dan tangkal paham radikal, intoleran dan terorisme di GOR Teluk Nilau".
Tiga ciri lainnya, penganut radikalisme sangat fanatik terhadap madhab tertentu. Golongan ini juga lebih suka melakukan peribadatan sendiri bersama kelompoknya. Sangat jarang pengikut paham radikal mau menjalankan ibadah dengan aliran lain meskipun sesama Islam. Mereka juga sangat menghendaki perubahan dalam bentuk revolusi.
"Keyakinan terhadap ajaran kelompoknya sangat kuat. Fanatik yang berlebihan ini sangat berbahaya," ujarnya.
Sebelum kalangan radikalis meluncurkan teror yang disebut dengan aksi jihad, biasanya mereka mendapat doktrin tertentu. Penanaman doktrin yang intens kemudian memunculkan aksi teror yang banyak merugikan umat lain.
"Orang yang diberi doktrin tentu saja sudah masuk dalam kelompoknya. Fase ini diawali dari pra radikalisme dan identifikasi diri," terangnya menambahkan.
Sebagai perwakilan MUI yang juga ikut mengamati perkembangan paham radikal, dirinya meminta para tokoh agama di Kecamatan Pengabuan dan senyerang bisa membentengi wilayahnya dari pengaruh paham seperti ini. Apabila intoleransi sudah berkembang bisa menyulut terjadinya perpecahan dan gesekan antar warga. pungkasnya (D9)